Judul
|
Tendangan dari Langit
|
|---|---|
Tayang
|
25 Agustus 2011
|
Durasi
|
1 jam 58 menit
|
Sutradara
|
Hanung Bramantyo
|
Pemain
|
Yosie Kristanto, Maudy Ayunda, Giorgino Abraham
|
Genre
|
Drama
|
IMDb Rating
|
7.2/10 (70)
|
Trailer
|
Sinopsis film Tendangan dari Langit (2011)
DbFilm.web.id - Film "Tendangan dari Langit" (TDL) dibuka dengan arsip keberhasilan tim sepak bola di waktu sebelumnya. Alur cerita film ini berjalan santai sederhana tentang seseorang yang berusaha menggapai impiannya.
Alkisah di Desa Langitan di lereng Gunung Bromo, Wahyu (diperankan oleh Yosie Kristanto) yang memiliki kemampuan bermain sepak bola berusaha membahagiakan orangtuanya dengan menjadi pemain bola bayaran yang bertanding melawan desa lain. Keahlian Wahyu didukung oleh sang paman, Hasan (Agus Kuncoro) yang sering melatihnya. Meskipun Wahyu menuai sukses, ayahnya yang juga mantan pemain bola, Pak Darto (Sujiwo Tejo), justru melarang Wahyu bermain bola dengan alasan pemain bola cenderung tidak punya masa depan.
Wahyu sempat memilih untuk meninggalkan dunia sepak bola demi ayahnya itu. Namun, rupanya hal itu tidak menyurutkan niat Wahyu untuk berprestasi di cabang olahraga satu ini. Menurut Wahyu, tidak ada kata menyerah untuk berprestasi! Ketika sedang berlatih di Gunung Bromo bersama kuda Pak Darto, bakat Wahyu disaksikan oleh pelatih Persema Malang, Timo (Timo Scheunemann) yang kebetulan sedang berada di lokasi yang sama.
Timo mengundang Wahyu untuk mengikuti try out pemain sepak bola baru di Persema Malang. Wahyu yang memang mendambakan bermain bersama Irfan Bachdim di klub tersebut pun menyambut tawaran Timo. Dengan didukung Hasan dan sahabat-sahabatnya di sekolah, Wahyu menjalani try out dengan memberikan permainan gemilang bersama Persema.
Namun, beragam kendala menghampiri usahanya. Tes kesehatan yang dijalani Wahyu menyimpulkan ia memiliki suatu penyakit di lutut kanan yang mengancam karier sepak bolanya. Belum lagi ternyata Hasan memiliki kepentingan tersendiri terhadap bakat Wahyu. Apakah ia mampu melewati rintangan itu? Apakah Pak Darto tetap mempertahankan kemarahannya?